Sabtu, 31 Juli 2010

TOKO OFF LINE YANG DILUPAKAN



  • TOKO ANDA INGIN UNTUNG BERLIPAT GANDA?
    BACA BUKU INI
    Distribution Channel paling akhir pada pemasaran produk adalah pengecer. Sayang para pengecer tersebut akhir-akhir ini, selain mulai banyak bermunculan, tetapi juga banyak yang tutup karena bangkrut. Persoalannya distribution channel ini para pengelolanya kurang memahami management yang baik mengelola toko miliknya, apalagi ditengah maraknya hadirnya ritel modern waralaba seperti Alfamart, Indomart, Cyrcle K, serta lainnya, membuat toko pengecer itu semakin redup sebagai saluran distribusi. Mereka mulai tidak profit dan ditinggalkan oleh konsumen karena tidak mau berbenah.
    Kini hadir satu buku yang mengupas tuntas tentang toko pengecer tersebut agar bertahan dengan mendapatkan profit yang maksimal di tengah gempuran ritel modern yang semakin merajalela. Buku sederhana tersebut burjudul " Toko Anda Ingin untung berlipat ganda, baca buku ini!" isinya mengupas antara lain :
    Perhatikan space toko anda dan berdayakan space tersebut untuk disewakan ke supplier.
    Perhatikan info-info harga baru sebagai peletik keuntungan berganda.
    Perhatikan upaya-upaya promosi berbiaya murah agar toko anda dikunjungi konsumen.
    Perhatikan upaya-upaya kerja sama dengan supplier sebagai sumber pemberi keuntungan.
    Perhatikan wajah toko agar tetap dikunjungi konsumen.
    Serta lainnya di kupas tuntas di buku tersebut diatas.
    Buku ini selain ditujukan untuk pemilik toko, juga praktisi dari berbagai produk seperti FMCG (fast moving consumer good) serta lainnya yang menggunakan distribution channel ini sebagai rantai pemasaran produk mereka.
    Gramedia, Tebal halaman 233, Bookpaper, harga Rp 55.000,-

Jumat, 23 Juli 2010

WORKSHOP SUKSES MENGELOLA TOKO OFF LINE
















Toko eceran merupakan saluran distribusi terjauh dari rangkaian logistik barang dagangan produsen. Sedangkan yang disebut dengan toko eceran adalah toko yang menjual barang yang dihasilkan produsen untuk dijual ke pengguna akhir yaitu konsumen. Sedangkan usaha toko eceran memiliki populasi yang terbesar, yang dilatar belakangi oleh kebutuhan produsen dalam memasarkan produk sampai konsumen akhir yang jumlahnya jutaan orang. Sehingga siapapun yang memiliki modal cukup memadai dapat memasuki industri perdagangan eceran dengan mudah.
Kemudahan masuk dalam bisnis ini menimbulkan semakin meningkatnya industri eceran dengan masuknya toko modern berjejaring, sehingga toko eceran yang dikelola dengan cara tradisional terdesak oleh hadirnya toko eceran modern tersebut.
Menghadapi persaingan yang begitu ketat menimbulkan reaksi bagi pemilik toko eceran tradisional sehingga toko eceran tradisional sangat membutuhkan informasi dalam mengimbangi persaingan dengan toko modern berupa : konsep-konsep baru dalam mengelola toko eceran hingga bisa bersaing dengan toko modern.

Materi Yang dibahas:

Toko eceran tradisional vs toko modern
Teknik mengelola barang dagangan (merchandising management)
Teknik berhubungan dengan supplier
Rahasia pemasaran produk perusahaan
Teknik mengelola operasi toko
Teknik mengelola layanan toko
Teknik mengelola organisasi dan manajemen toko
Teknik menyusun rencana usaha

Tempat : Restoran Agis – Surabaya.

Jadwal : 4 Agustus 2010

Durasi : 6 Jam (9.00 – 16.00WIB)

Trainer : Frans M. Royan, SE,MM

Investasi : Rp 500.000,- (10 Orang @ Rp 375.000,-)

Bonus : 1 exemplar buku untuk 30 pendaftar pertama.

Catatan : Tempat terbatas.

Contak : 0818521172

Senin, 12 Juli 2010

TOKO ON LINE JAWABNYA

“Our real problem , then, is not our strenght to day, it is rather the vital necessity of action to day to ensure aur streght tomorrow”
( Dwigt D. Eisenhower)

Masalah kita yang sebenarnya bukanlah kekuatan kita hari ini, tetapi kepentingan mendesak untuk melakukan sesuatu hari ini, yang bisa menjamin kekuatan esok hari. Inilah yang sering kita abaikan, sepanjang hidup kita ternyata yang menjadi pusat perhatian adalah kondisi-kondisi hari ini, bukan hari esok. Justru banyak orang yang tidak mempersiapkan hari esok dikala ia merasa nyaman dengan kondisinya sekarang. Serta saat ini yang menjadi pusat perhatian, yang penting kita bisa melakukan hal itu hari ini, dan urusan esuk adalah urusan hari esuk. Serta kitapun akan terkondisi oleh lingkungan kita yang sudah menjadi paradigma umum, oleh karena itu tidak salah jika kita akan berharap mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah. Meskipun terkadang harapan itu seringkali pudar. Dan kalau mendapatkannyapun, semua tidak sesuai dengan apa yang diangankan selama ini.

Memang, semua orang memiliki kebebasan bagaimana memilih kariernya di masa mendatang. Sementara itu karier setelah lulus sekolah biasanya sangat dipengarui oleh keinginan dari orang tua. Terutama yang menyangkut pandangan masyarakat umumnya tentang suatu pekerjaan. Kita ingat bukan? Orang akan menganggap “kita bekerja” jika kita berangkat pagi berbaju seragam, dan pulang di sore atau malam harinya. Jika ada orang yang bekerja seharian penuh di rumah, tetap saja orang tua atau tetangga kita menyebutnya kita sedang menganggur. Padahal banyak sekali pekerjaan yang tidak perlu dikerjakan di luar rumah. Misalnya saja seorang pelukis, seorang penulis novel, penulis skenario, seorang internet marketer, bukankah semua pekerjaan sejenis itu dikerjakan di rumah saja cukup? Tapi budaya kita tetap saja mengatakan bahwa seorang baru dikatakan benar-benar bekerja jika keluar rumah, dengan jadwal berangkat pagi dan pulang petang. Celakanya orang menganggap kita baru bekerja jika kita telah bekerja pada “perusahaan”, pada “instansi” tertentu dan semua dikatakan bahwa kita baru bekerja jika bekerja pada “orang lain”. Meskipun sebenarnya kitapun bisa bekerja di rumah dengan penghasilan yang cukup baik bahkan berlebih jika dibanding harus bekerja di luar rumah.

Di bawah ini ada beberapa kisah yang memiliki kerumitan dan permasalahan sendiri dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pelakunya. Kisah di bawah ini adalah pengantar dan pembuka mind set kita tentang apa sebenarnya yang terjadi dengan apa yang kita kerjakan selama ini. Apakah kita sudah menempatkan pekerjaan itu dalam keinginan kita di masa kini maupun mendatang. Apakah pekerjaan tersebut akan memberikan gambaran kepada kita yang berhubungan dengan kebebasan finansial, pemilihan waktu yang longgar dan kesempatan-kesempatan lain yang membahagiakan kita selama menjalani dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Marilah kita teliti beberapa hal yang ada pada kisah-kisah di bawah ini.

Mang Ujang merindukan hari senggang

Memang sangat aneh jika seseorang sampai merindukan hari senggang. Bukankah banyak sekali orang sekelas dengan Mang Ujang yang selalu memboroskan waktunya dengan kongkow-kongkow. Berbicara ke sana kemari tanpa manfaat tertentu. Orang sekelas Mang Ujang kebanyakan tidak mengerti manajemen waktu. Bahkan mereka tidak mengira bahwa waktu 2 jam itu bisa bernilai puluhan juta rupiah. Sehingga ketika Mang Ujang mengatakan ia merindukan hari senggang, teman-temannya tertawa-tawa dan mengatakan bahwa “hari gini kok masih kerja!”. Soalnya yang mereka tahu Mang Ujang memang benar-benar kekurangan waktu, apalagi kesempatan untuk kongkow-kongkow dengan teman dan sanak keluarga. Pipis saja seringkali harus ditahan-tahan. Ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan Mang Ujang?

Mang Ujang adalah seorang wirausaha sukses. Ia memiliki toko yang cukup laris manis di lokasi pasar. Pelanggannya mulai pagi hingga petang tidak henti hilir mudik datang ke tempatnya. Mang Ujang dengan tekun melayani mereka. Ia juga tidak ingin istri dan anaknya memegang kendali toko tersebut dengan anggapan bahwa toko hanya bisa berjalan dengan baik jika ia sendiri yang memberikan service memadai pada pelanggannya. Oleh sebab itu ketika akhirnya toko benar-benar sudah luar biasa ramai, ia sendiri tidak bisa meninggalkan tokonya, bahkan ke toilet hanya sebentar. Ia merasa bahwa pelayanannya yang cukup bagus tersebutlah sebenarnya yang membawa dampak bagi kesuksesan usahanya, bukan karena kelengkapan barang-barang dan harganya yang murah. Selain senang mendapatkan hasil yang memadai dari usaha tersebut, seperti dapat mengkuliahkan anak-anaknya, memiliki rumah yang bagus dan mobil. Mang Ujang juga merasa hanya toko itulah yang akan memberikan penghasilan satu-satunya sepanjang hidup. Karena itu ia merasa sayang ketika harus libur, misalnya sehari saja untuk tidak membuka toko. Ia sudah menghitung berapa kerugian yang harus ditanggungnya jika tidak membuka toko. Melalui perhitungan tersebut akhirnya Mang Ujang juga bertekad tidak menutup tokonya di hari minggu. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Mang Ujang memang benar-benar tidak bisa libur. Ia sering mengeluh kenapa sih saat ini ia menjadi orang yang paling tidak memiliki waktu meskipun semenit saja untuk menggeliatkan badan agar pegal-pegal di tubuhnya hilang. Apalagi harus berlibur meninggalkan tokonya ke pulau Bali misalnya, dan itupun Mang Ujang tidak memiliki waktu.

Pernah ia berusaha berlibur sehari saja. Tetapi ketakutan Mang Ujang akhirnya menjadi-jadi, sebab saat ini tidak ia saja yang membuka toko dengan berbagai jenis barang dagangan yang sama. Di lokasi yang sama mereka bersaing ketat. Oleh sebab itu jika ia berlibur, ia berpikir bahwa nanti pelanggannya pasti akan lari ke toko lain. Akhirnya ia benar-benar tidak ingin meninggalkan tokonya, meskipun ada istri dan anaknya membantu. Sekali lagi ia menyatakan bahwa hanya dirinyalah yang bisa mengelola toko tersebut. Sekarang Mang Ujang benar-benar merindukan “Hari senggang”.
Sebenarnya apa yang kita lihat pada kasus tersebut. Apakah kerajinan dan keuletan Mang Ujang itu salah ? Apakah anggapan Mang Ujang bahwa ialah yang bisa melakukan semua pekerjaannya salah? Apakah pekerjaan Mang Ujang memang menghasilkan dan sangat prospek untuk kini dan mendatang? Untuk menjawabnya memang perlu analisa dan pemikiran yang matang. Pertama, sebagai seorang yang menginginkan mutu hidupnya lebih baik tentunya tidaklah salah Mang Ujang menjadi amat rajin dan ulet. Begitu pula Mang Ujang juga tidak salah jika menganggap dirinya adalah orang yang paling bisa di dunia ini. Ia merasa superior sebab menurut pengakuannya hanya ialah yang bisa melakukan pekerjaannya. Setelah itu butuh pula keyakinan terhadap model pekerjaan tersebut, apakah pekerjaan yang dilakukan tersebut benar-benar prospektif untuk masa mendatang.

Kedua, sebenarnya agar tidak terjebak pada lingkaran setan dan keluhan, memang seharusnya kita bisa memilah dan menghayati betul konsep berwirausaha. Arti berwirausaha secara sederhana memang “bisa berdiri dikaki sendiri tanpa bantuan orang lain” tentunya dengan “mendapatkan semua jerih payahnya yang besar kecilnya tergantung dari usaha-usaha yang dilakukan”, tetapi apakah semua pekerjaan harus dilakukan sendiri? Inilah yang salah pada diri Mang Ujang. Ia menganggap bahwa pekerjaannya yang dilakukan saat ini hanya bisa dilakukan oleh dirinya. Padahal sebenarnya ia bisa menggunakan konsep “bosii” artinya ia bisa melakukan pembidanan terhadap usahanya dan sekaligus melakukan control pada usahanya.
Ketiga, Sebenarnya Mang Ujang bisa membangun sistem yang dapat mengatur semua pekerjaannya. Contoh sederhana adalah yang sudah dilakukan oleh berbagai minimarket dan supermarket. Coba kita amati di supermarket dan minimarket ternyata sudah ada mesin Kasir yang banyak membantu sekali dalam usaha tersebut. Ada pramuniaga yang bisa membantu dalam menjual produk-produk yang ada di rak-rak. Pembelipun tidak perlu dilayani seperti di toko Mang Ujang sehingga sangat melelahkan. Begitu pula ada supervisor yang dapat mengontrol dan mengawasi aktivitas operasional di supermarket mulai dari pemesanan produk, penantaan produk dan cara-cara melayani konsumen secara langsung. Kemudian ada satu orang lagi yang memiliki tugas dan tanggung jawab mengelola secara penuh aktivitas semua kegiatan di dalam toko modern tersebut yaitu seorang manager toko. Setelah itu kitapun akan tahu bahwa pemilik dari toko modern tersebut sebenarnya tidak harus mati-matian seperti Mang Ujang melayani pembeli sendiri, melakukan pesanan barang ke para distributor sendiri, mengangkatnya sendiri, menghitung uangnya sendiri serta yang lainnya dilakukan sendiri. Malah yang sering terlihat, pemilik selalu tidak ada di tempat, bahkan mereka sedang jalan-jalan ke luar negeri ketika supermarketnya banyak melakukan transaksi dengan para konsumennya. Kita bisa membayangkan hanya dengan sistem yang telah dibangunnya usaha apapun ternyata bisa berjalan dengan baik.

Jadi sebuah sistem yang telah dibangun dapat membantu banyak kegiatan usaha. Akan tetapi sistem yang baik bagaimanapun tetapi tanpa adanya kontrol yang baik, sistem tersebut juga tidak akan berjalan dengan baik. Sistem dan control adalah suatu kesatuan. Pemilik dalam hal ini meskipun telah nyaman bisa meninggalkan usahanya tetapi ia masih juga harus melakukan kontrol terhadap usahanya. Meskipun kontrol tersebut bisa diserahkan pada orang lain. Bekerja dengan cara ini belum juga maksimal. Ini kelemahan pada sistem yang telah dibangun.

Keempat, meskipun kita mengetahui dengan sistem dan kontrol bisa dilakukan dengan baik untuk memperingan kerja suatu usaha, kita pun tahu bahwa minimarket ataupun supermarket tidak dapat beroperasi selama 24 jam penuh. Supermarket hanya bisa beroperasi minimal 12 jam selebihnya tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar untuk over time para pelaksana sistem di supermarket ataupun minimarket. Jadi berwirausaha seperti ini masih terdapat kelemahan kerana SISTEMNYA tidak dapat bekerja dengan maksimal selama 24 jam. Jadi harapan kita : KAPAN KITA MENEMUKAN SUATU BISNIS YANG BISA BEROPERASI SELAMA 24 JAM TANPA KITA TERLIBAT DI DALAMNYA. DALAM KONDISI KITA TIDUR DAN TIDAK MEMIKIRKAN BISNISPUN TERNYATA TRANSASKI TERUS BERJALAN SELAMA 24 JAM PENUH?

Bang Benyamin merindukan matahari terbenam

Ketika saya sekolah orang tua saya berharap agar saya bekerja di bank setelah lulus, karena menurut dia bekerja di bank duitnya banyak serta penampilannya rapi dan bersih. Saya kira tidak orang tua saya saja yang menginginkan demikian. Sebagian mahasiswa dan orang tua kebanyakan juga menginginkan hal tersebut. Karena yang diketahui orang bahwa berpenampilan bersih dan rapi pasti duitnya banyak.

Terus terang saja fenomena ini memang tetap berlaku sampai saat ini. Oleh sebab itu banyak orang yang ingin bekerja dikantoran. Selain uang banyak yang didapat juga kondisi seperti yang diinginkan orang tua dapat terpenuhi. Namun apa yang terjadi dengan Bang Benyamin? Bukankah ia sudah mendapatkan kondisi ini?

Bang Benyamin ternyata saat ini benar-benar merindukan matahari terbenam. Soalnya ia tidak seharipun dapat melihat matahari terbenam kecuali hari lebaran. Kok bisa? Bisa saja hal tersebut terjadi karena ia melakukan pekerjaan yang diimpikan oleh orang tua. Jika ia berangkat kerja selalu berbaju necis. Naik mobil dan nampak perlente penampilannya. Ia berangkat pagi dan pulang ketika sudah petang setiap hari. Banyak sebab mengapa demikian: 1) ternyata tugas dan tanggung jawab dia di kantor memang besar. 2) Adanya aturan jam kerja yang dimulai pagi hari sampai dengan selesai (bukan menggunakan ukuran jam tertentu, mereka boleh pulang kalau pekerjaannya sudah selesai, tidak perduli ketika fajar menyingsing). 3) Adanya motivasi karyawan untuk melakukan lembur. 4) Perusahaan bertindak keras terhadap karyawan yang tidak disiplin. Faktor-faktor tersebut menyebabkan Bang Benyamin selalu berangkat petang dan pulang petang. Hal ini tentunya telah disadari, oleh sebab itu untuk tahun pertama dan kedua Bang Benyamin tidak merasakan bahwa hal tersebut akan mengganggu hidupnya. Masalahnya ia masih sendiri. Tetapi ketika sudah menikah dan memiliki anak, ia mulai mengatur waktunya agar ia dapat bekerja berangkat petang dan pulang petang tetapi tetap dapat bercengkerama dengan istrinya. Itu masih bisa dilakukan meskipun dengan waktu yang sangat terbatas. Tetapi ketika anak-anaknya sudah mulai menginjak remaja, Bang Benyamin merasakan bahwa hidup yang dijalaninya begitu berat. Oleh sebab : 1) ternyata biaya hidup semakin meningkat. 2) Meskipun status sosial bertambah naik ternyata banyak biaya entertaint yang harus dikeluarkan. 3) Biaya hidup untuk pendidikan anak-anak meningkat. 4) Tenaga yang ada padanya tidak lagi mengkover kebutuhan kerja yang panjang. Alhasil menyebabkan Bang Benyamin mengeluh karena yang dibutuhkan untuk bekerja tersebut berkurang dan hasil yang didapatkan juga tidak memadai jika dibanding ketika ia lajang atau ketika baru menikah. Iapun bingung harus berbuat apa. Ingin menambah penghasilan dengan tambahan pekerjaan lain (side job) ternyata ia tidak pernah memiliki waktu senggang sedikitpun. Oleh sebab itu ketika selalu pulang petang ia sangat merindukan untuk melihat matahari terbenam. Inilah fenomena pekerja.

Kesulitan keuangan terus menggerogoti Bang Benyamin. Sebab tidak ada jalan bagi Bang Benyamin untuk mencari penghasilan tambahan. Biang keladinya memang tidak ada waktu luang yang bisa digunakan untuk mencari penghasilan tambahan. Lebih parah lagi rutinitas tersebut menyebabkan ia tidak dapat menambah ilmu dan meningkatkan skill. Selain tidak ada waktu ternyata tidak ada lowongan pekerjaan tambahan bagi dia yang tidak memiliki suatu ilmu dan skill untuk pekerjaan barunya. Akibatnya salah satu jalan adalah menggunakan uang pinjaman untuk membiayai sebagian ongkos hidupnya. Mula-mula memakai kartu kredit sebagai penunjang ongkos hidup. Setelah banyak di-black list oleh bank-bank pemberi kartu kredit, iapun beralih pada lembaga pendanaan lain, seperti pegadaian, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan akhirnya membuat ia benar-benar terpuruk. Ia terlibat banyak hutang, yang tentunya menyebabkan harmonisasi keluarga terganggu. Akhirnya tidak saja ia menjadi korban bagi ketidakmampuannya di bidang finansial, keluarganyapun harus menanggung beban tersebut.

Bang Benyamin akhirnya harus pindah dari rumah yang selama ini menjadi tempatnya berteduh karena beberapa alasan: 1) Istri sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan malu terhadap tetangga kanan kirinya. 2) Sang anak sudah tidak tahan lagi terhadap cemoohan teman-teman sepermainannya. 3) Rumah tersebut sudah bukan menjadi miliknya lagi karena sudah dianggunkan pada bank sehingga ketika Bang Benyamin tidak bisa melunasi hutang-hutangnya ia harus rela menyerahkan rumah tersebut sebagai cara untuk membayar hutang-hutangnya. 4) Bang Benyamin tidak menyadari bahwa selama ini ia tidak memiliki pengetahuan tentang “kebebasan finansial” yang seharusnya tidak menjadikan terpuruk meskipun dalam situasi dan kondisi sebagai pekerja yang “berangkat petang dan pulang petang”.

Ketika semuanya terjadi, ia mulai merenungkan berbagai pesan orang tuanya. Pilihan orang tuanya. “ Nak, bekerjalah pada orang. Pilihlah kantor yang bisa mempekerjakan karyawannya dengan pakaian bersih, naik mobil dan mendapat uang pensiun!” Dibolak-baliknya pesan tersebut. Orang tua-nya memang tidak salah. Pilihannya memang sudah tepat ketika ia memilih kariernya. Tetapi ada yang kurang genap dalam pesan tersebut, yaitu “pilihlah perusahaan yang menggajimu paling banyak!”

Ya, Bang Benyamin memang tidak mendengar saran itu. Iapun tekun menjalani pekerjaan sesuai pesan orang tuanya meskipun GAJINYA PAS-PASAN. Sekarang siapa yang akan tahan, dengan kondisi seperti : 1) Bekerja lebih dari 8 jam tanpa kompensasi memadai. 2) Setiap pekerja harus mentaati berbagai peraturan yang ada di perusahaan dan akan dipecat jika tidak mematuhi. 3) Ia lebih banyak menjadi robot ketika melakukan pekerjaan, karena tidak ada skill baru yang bisa mengubah hidupnya. Kesimpulannya : Bang Benyamin dalam posisi terjepit, selain tidak punya waktu juga tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri agar mendapatkan skill baru dan pengetahuan baru terutama di bidang kebebasan finansial.

Meskipun jika diteliti pilihan Bang Benyamin tepat dalam kariernya. Ia bisa berangkat bekerja dengan baju necis dan naik mobil serta mendapat sejumlah pensiun ketika tidak bekerja. Tetapi kenyataannya berbicara lain, ternyata Bang Benyamin ketika pensiun tidak pula menikmati uang pensiunnya. Sebab jika dihitung ternyata uang pensiun yang didapat tidaklah cukup untuk membayar hutang-hutangnya yang menumpuk. Jadi tidaklah menjamin bila suatu pekerjaan menjanjikan pesiun, kitapun bisa sejahtera ketika pensiun walau tidak memperoleh “uang pensiun” asal mengetahui bagaimana bebas secara finansial. Yang terjadi malah sebaliknya pada Bang Benyamin. Ini bukan masalah yang di dramatisir, tetapi masalah yang benar-benar diungkapkan secara nyata serta dilakukan secara jujur oleh Bang Benyamin. Kecuali selama menjadi karyawan tidak jujur dan suka korupsi mungkin kenyataannya akan berbeda.

Menghadapi situasi seperti diatas. Tidak memiliki waktu untuk mengembangkan diri, butuh uang yang banyak untuk tambahan penghasilan, dan mendapatkan pengetahuan mengenai kebebasan keuangan dimasa pensiun maka perlu meluangkan dan mencari “waktu dan tempat dimana akan didapatkan pengetahuan kebebasan finansial tersebut”. Dan…DALAM POSISI WAKTU YANG SEMPIT ADAKAH PEMBELAJARAN TENTANG KEBEBASAN FINANSIAL DAN SEKALIGUS MENDAPATKAN PENGHASILAN DARINYA?

Tentunya hal ini memiliki tujuan agar ketika pensiun, kita tidak terlibat dalam HUTANG dan bisa menikmati PENSIUN dengan TENANG dan DAMAI. Pertanyaannya adakah tempat pembelajaran kebebasan finansial, manajemen waktu dan sumber penghasilan tambahan?

Profesional Oh Profesional

Terus terang saja selama 20 tahun saya bekerja, saya menjadi seorang profesional. Artinya tidak jauh berbeda dengan cerita Bang Benyamin, yaitu bekerja untuk orang lain. Tetapi sedikit berbeda bila dibanding dengan Bang Benyamin. Jika Bang Benyamin bekerja mulai petang sampai petang kembali tanpa kenaikan hasil yang signifikan.

Sayapun juga bekerja untuk orang lain dengan situasi yang sama dengan Bang Benyamin berangkat petang pulang petang, tetapi setiap tahun terus berubah pikiran untuk melompat ke perusahaan orang lain untuk mendapatkan penghasilan lebih besar. Mungkin kalau diceritakan : karier saya diawali dari seorang penjual jalanan yang mengandalkan komisi sebagai penghasilan utama. Setelah skill cukup baik dan menguasai berbagai hal untuk pekerjaan lebih tinggi dan bayaran lebih banyak, sayapun melompat ke perusahaan lain. Begitu seterusnya dan seterusnya. Perbedaan mencolok adalah Bang Benyamin adalah seorang safe player dan saya seorang risk taker. Bang Benyamin adalah seorang pekerja yang patuh, bahkan seperti kerbau dungu yang dapat dikendalikan, dicambuk dan mungkin diperas hingga santannya habis tanpa bisa berbuat apa-apa, sementara itu saya bagaikan kuda liar yang justru akan berontak dan berlari sekencangnya jika dikendalikan serta dicambuk cukup kencang. Kondisi ini pasti akan disadari siapa saja. Seorang profesional tidak akan betah bekerja tanpa bisa mengespresikan “kemampuannya” di perusahaan. Sementara itu seorang pekerja seperti Bang Benyamin masih betah-betah saja meskipun tidak dapat mengespresikan “kemampuannya” yang penting oleh majikan dibayar penuh setiap bulannya.

Saya tidak akan berkisah panjang lebar tentang perbedaan ini, cuma dalam bagian ini saya ingin bercerita tentang seorang profesional yang tidak dapat berbuat apa-apa ketika umurnya telah mulai senja. Mengapa demikian? Banyak sekali yang menyebabkan mengapa seorang profesional ketika umurnya menjelang senja justru tidak mendapatkan apa-apa. Sebut saja Bang Oni misalnya. Bang Oni adalah seorang profesional yang telah bekerja hampir di 20 perusahaan sebagai Manajer Marketing hingga Direktur Marketing. Penghasilannya sangat luar biasa ketika belum pensiun. Penghasilannya jika dirinci bisa disebutkan seperti ini: 1) penghasilannya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup istrinya dengan berbagai kegiatan yang membutuhkan biaya seperti: ikut club bunga, fitness, Arisan, jalan-jalan dan shoping ke luar negeri yang frekuensinya cukup intens. 2) Penghasilannya juga untuk membiayai sekolah anak-anaknya di sekolah favorit. Semua kebutuhan anaknya dicukupi termasuk mobil terbaru. 3) Penghasilannya yang cukup besar tersebut ternyata juga bisa disisihkan dalam tabungan meskipun jumlahnya tidak besar.

Nampaknya kehidupan Bang Oni cukup baik ketika menjadi seorang profesional. Bahkan ia dipandang sebagai orang cukup kaya di lokasi perumahan dimana ia tinggal. Tetapi ketika ia telah berusia senja, Bang Oni mulai merasakan bahwa hidup yang dijalaninya sebelumnya lancar-lancar saja, ternyata setelah ia pensiun dari suatu perusahaan, ia justru merasa semuanya sudah berubah banyak. Nampaknya ia sudah tidak mampu lagi membiayai kegiatan istrinya yang semakin meningkat menjadi kebiasaan ibu-ibu metropolis yang setara dengan ibu-ibu kaya kaum pengusaha sukses. Begitu pula dengan kebiasaan anak-anaknya yang berlanjut menjadi anak-anak mami yang selalu tergantung dengan kocek orang tua, sehingga mereka meskipun sudah lulus sekolahnya tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Alhasil Bang Oni dalam kondisi menganggur harus menanggung expenses yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan Bang Oni kalang kabut, dalam kondisi umur 65 tahun ia harus mencari pekerjaan baru agar bisa menambah penghasilan. Iapun berharap ada perusahaan yang menggunakan tenaga dan pikirannya. Tetapi apa kenyataannya? Bang Oni dalam dua belas bulan tidak mendapatkan pekerjaan yang diharapkan. Dunia ini ternyata berbeda sekali dengan yang ia pikirkan. Sebelumnya mungkin ia bisa melompat kian kemari dengan mudah untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi kenapa kini kok begitu sulit meskipun ia telah berpengalaman sekitar 40 tahun di bidang pemasaran.

Setelah dianalisa ternyata banyak sebab mengapa Bang Oni menjadi sulit mendapatkan pekerjaan, antara lain : 1) Pengalaman Bang Oni yang 40 tahun tersebut ternyata pengalaman empiris yang tidak dapat lagi diterapkan dalam kondisi persaingan masa kini yang semakin ketat. 2) Meskipun memiliki banyak pengalaman, tetapi Bang Oni sepanjang pengalamannya tersebut tidak pernah di-upgrade dengan pengetahuan-pengetahuan baru, teori-teori baru dan teknologi baru. 3) Bang Oni juga tidak meng-upgrade pengalamannya dengan konsep-konsep baru hingga bisa diterapkan dalam pemasaran masa kini, dengan cara-cara baru, dengan ide-ide baru yang dipublikasikan. Ia bahkan ketinggalan jauh dibanding anak-anak mudah yang telah menemukan konsep baru dan cara-cara baru dalam menangani pemasaran produk suatu perusahaan. 4) Meskipun pernah menjadi manajer dan direktur, ia tidak pernah mengembangkan diri untuk menguasai ilmu tertentu yang menunjang pekerjaan di masa mendatang. Ia juga tidak mendalami teori secara akademis. Meskipun poin-poin di atas adalah asumsi, tetapi kenyataan yang ada soal-soal tersebut memang yang membuat Bang Oni sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Analisa lain kenapa akhirnya Bang Oni mengalami kesulitan keuangan di masa tuanya. Ternyata Bang Oni selama hidupnya, ketika penghasilannya memuncak naik, ia tidak menginvestasikan uangnya untuk membeli aset yang menghasilkan. Bang Oni juga tidak membangun bisnisnya sendiri agar dimasa tuanya terjamin. Selama kariernya ia mengandalkan penghasilan tunggal yang besar itu untuk seluruh biaya hidupnya. Meskipun beberapa rekan menganjurkan agar membeli aset supaya menghasilkan pasive income ternyata ia tidak pernah menghiraukan hal tersebut. Alhasil iapun tidak memiliki apa-apa ketika masa tuanya. Sebab seperti yang diketahui, meskipun ia memiliki rumah yang cukup besar, ternyata ia tidak membeli rumah tersebut melainkan membayarnya secara sewa dalam jangka minimal 10 tahun. Kemudian meskipun ia memiliki banyak mobil, ternyata nilai mobil mengalami penyusutan. Ketika ia membutuhkan uang, mobil yang dahulunya dibelinya ratusan juta tinggal puluhan juta saja karena kepotong nilai depresiasi.

Sementara itu Edelmen menyampaikan pernyataannya antara lain sedikitnya ada 4 masalah utama yang membuat orang gagal menciptakan kehidupan yang sejahterah sebagai mana mereka harapkan, yakni: 1) Sikap suka menunda-nunda (procrastination). 2) Kebiasaan menghabiskan (Spending habits). 3) Infalasi (Inflation). 4) dan Pajak (Taxes). Unsur-unsur ini selalu ada pada diri Bang Oni jika mengabaikan sikap yang menunda-nunda dan pajak. Kondisi ini memang tidak pernah disadari sepenuhnya. Jadi Bang Oni selama bekerja lupa pada: KEBIASAAN MENGHABISKAN UANG, TIDAK MENGETAHUI ADANYA INFLASI, TIDAK MENGETAHUI ASSET YANG MENGHASILKAN UANG, MEMIKIRKAN BISNIS YANG DIKELOLA KELUARGA, dan WAKTU YANG HARUS DIINVESTASIKAN UNTUK MEGEMBANGKAN DIRI.
Saya sudah bercerita dua hal yaitu asset dan bisnis keluarga, tetapi mengenai waktu yang harus diinvestasikan di masa tua tidak dihiraukan. Bang Oni mungkin lupa, meskipun pengalaman (experience on the job) juga akan menunjang setiap karier seseorang, tetapi pengetahuan baru dari pendidikan akademis juga diperlukan untuk pekerjaan di masa mendatang. Bukankah ia akan menjadi seorang tenaga ahli dalam suatu perusahaan, ataupun konsultan di suatu perusahaan jika Bang Oni memiliki pengetahuan cukup baik dalam proses pembenahan suatu perusahaan. Inilah keahlian dimasa mendatang yang mungkin saja yang tidak dimiliki oleh Bang Oni. Bang Oni hanya berpikir pengalaman saja cukup, tanpa teori pendukung. Padahal beberapa perusahaan tidak mau hal itu. Cenderung membutuhkan juga pendidikan akademis. Nah, ini cukup menyulitkan bagi Bang Oni, sebab pendidikan akademisnya hanya sampai Sarjana Muda saja. Padahal ada beberapa perusahaan yang sudah menerapkan bagi profesionalnya minimal S 2 ataupun doktor. Ini yang membuat pusing. Apakah tidak mungkin? Mungkin saja sebab kenyataan yang ada demikian. Selain sudah berumur ternayata Bang Oni tidak memiliki persyaratan untuk itu.(Tidak demikian halnya untuk perusahaan-perusahaan skala kecil. Kondisi ini bisa terjadi dimasa kini untuk perusahaan skala besar, dan untuk masa mendatang untuk perusahaan skala kecil. Ini bisa terjadi!)
Sekarang bagi yang belum terlanjur yang perlu dipikirkan adalah selain KEBEBASAN FINANSIAL DAN MANAJEMEN WAKTU, JUGA BENTUK KEAHLIAN LAIN DI MASA MENDATANG.

Jika saat ini kita bekerja secara teknis, dengan hanya menggunakan otot dibanding pikiran. Cobalah berpikir untuk mencari pekerjaan di masa tua yang mengandalkan pikiran, pengalaman dan pendekatan konsultasi. Kalau tidak apakah tidak sebaiknya mencari penghasilan tambahan selagi mudah dengan modal kecil dan menggunakan waktu 1-2 jam di rumah, serta mengharap mesin uang itu bekerja selama 24 jam tanpa kehadiran kita. APAKAH ADA PELUANG USAHA SEPERTI ITU? PASTI TOKO ON LINE JAWABNYA.

Sabtu, 03 Juli 2010

Kontributor, Kisah Sukses & Kisah Gagal Welcome untuk Buku Kami

Kami sedang dalam proyek menulis buku tentang sukses membangun toko online. Buku ini mungkin akan dijuduli "Indonesia, Saatnya Kita Menjual Produk Online: Panduan Sukses Membangun Toko Online."

Buku ini ditujukan bagi para pemilik toko offline yang sudah berjalan yang ingin mengembangkan operasinya secara online.

Sekedar info, yang dimaksud toko online atau e-store adalah toko yang menjual hard goods di Internet. Hard goods adalah segala produk yang berwujud, bisa disentuh (bukan digital atau bersifat elektronik seperti ebook), dan karena itu dikirim lewat pos atau kurir. Nyaris segala hard goods bisa dijual online, bukan hanya item-item laris yang sekarang dijual online seperti buku, pakaian dan aksesorinya, komputer dan hardware dsb.

Toko online juga mengasumsikan anda memiliki websitenya (berbeda dengan anda menjual di portal-portal jual-beli di mana anda bukan pemilik websitenya), dan karena itu anda memiliki traffic-nya. Anda juga diasumksikan memiliki transaksi pembayarannya (berbeda dengan model program affiliate di mana anda tidak memiliki baik website, traffic, dan pembayarannya). Jadi, model-model bisnis hard goods online di mana anda tidak memiliki 3 hal ini tidak disebut toko online.

Mengejutkannya, angka kegagalan e-store lebih 90%! Ini terutama disebabkan para pemilik e-store membangun tokonya dengan memaksakan mindset toko offline yang sama sekali tidak manjur di Internet. Masalah inilah yang ingin buku kami bantu pecahkan.

Tidak seperti yang dibayangkan banyak sekali pemilik toko online, sukses toko online bukan suatu perkara mudah membangun toko online dengan disain indah, uraian produk secukupnya, foto produk, order form, dsb. Jika hanya itu yang menentukan sukses toko online, tentu sudah banyak pemilik toko offline yang menjual online dan sukses. Tapi nyatanya angka kegagalan toko online sangat tinggi. Jadi, ada soal-soal strategis yang harus dipahami para calon pemilik toko online bahkan sebelum mereka merancang toko online mereka. Hal-hal strategis ini harus dipadukan ke dalam taktik-taktik toko online mereka.

Buku ini juga akan membahas sistem-sistem pendukung yang diperlukan (dalam bentuk regulasi, komunitas, promosi dsb.) untuk memastikan sukses industri e-store secara makro.

Kami sangat menyambut baik gagasan-gagasan anda untuk topik-topik yang perlu dibahas dalam buku ini. Jika anda sekarang pemilik toko online, kami ingin mendengar kisah-kisah sukses (juga kisah kegagalan) anda dalam membangun toko online anda. Kami ingin dengar apa tolok ukur sukses toko anda, target-target anda, cara-cara promosi yang berhasil, cara-cara promosi yang gagal, dsb. Pendeknya, share-lah dengan kami kisah anda.

Jika anda sekarang pemilik toko offline, kami ingin tahu apa saja yang ingin anda ketahui dan yakini tentang prospek menjual hard goods di Internet. Kami ingin dengar harapan-harapan anda untuk toko offline anda dsb.

Kami juga menyambut baik kontribusi dari para profesional Internet marketing, khususnya yang mengkhususkan diri pada solusi untuk toko online, untuk topik-topik yang perlu dibahas dalam buku ini dan tools yang perlu dimiliki untuk sukses toko online.

Terakhir dan yang tak kalah penting, kami ingin dengar pengalaman-pengalaman riil dari anda sebagai konsumen yang pernah bertransaksi dengan toko-toko online khususnya di Indonesia. Kami ingin tahu produk-produk apa saja yang pernah anda beli online, kepuasaan anda, keluhan anda, dsb.

Silakan isi komentar sebebas dan seleluasa anda untuk membagi kisah anda dengan kami dan para calon pembaca lain dari buku ini. Sertakan juga link toko online atau situs anda.

Kami ucapkan terimakasih banyak untuk semua masukan anda. Kami berharap buku ini kelak bisa menyumbang pada sukses e-store di Indonesia.